MUQODDIMAH


Kamu-kamu pusing cari bahan buat tugas kuliah??? ambil ajah disini http://www.ahmadsholih.blogspot.com/ gruwatis tis tis kok. Tapi jangan lupa bayar ma OP warnet yaaach... he,, he,, he,,. Buat yang pake laptop, jangan lupa bayar listrik tiap bulan sebelum tanggal 10. he,, he,, he,, kayak petugas PLN aja:)he,, he,, he,, . Klo you-you pade kecapean baca blog aku. di Refresh aja dengan liat friendster qu, dijamin banyak foto-foto yang bikin seger otak dan tentunya bisa nyari temen, jodoh, ato ML aja. Opss... ML di kamus ahmad tuh (Mau Liat).he,, he,, he,, buat Para Pembaca silahkan kunjungi friendster qu di ah_mads89@yahoo.com Semoga Bermanfaat(-_-)

10 Maret 2023

TRANSPLANTASI GINJAL

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Kesehatan berkembang dengan pesat. Salah satunya adalah kemajuan dalam teknik transplantasi organ. Transplantasi organ merupakan suatu teknologi medis untuk penggantian organ tubuh pasien yang tidak berfungsi dengan organ dari individu lain. Sejak kesuksesan transplantasi yang pertama kali berupa ginjal dari donor kepada pasien gagal ginjal pada tahun 1954, perkembangan di bidang transpIantasi maju dengan pesat. Kemajuan ilmu dan teknologi memungkinkan pengawetan organ, penemuan obat-obatan anti penolakan yang semakin baik sehingga berbagai organ dan jaringan dapat ditransplantasikan. Dewasa ini bahkan sedang dilakukan uji klinis penggunaan hewan sebagai donor.
Dibalik kesuksesan dalam perkembangan transplantasi organ muncul berbagai masalah. Semakin meningkatnya pasien yang membutuhkan tranplantasi, penolakan organ, komplikasi pasca transplantasi, dan resiko yang mungkin timbul akibat transplantasi telah memunculkan berbagai pertanyaan tentang etika, legalitas dan kebijakan yang menyangkut penggunaan teknologi itu.
Pada makalah ini akan dibicarakan berbagai masalah etika yang timbul sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi transplantasi ginjal, masalah etika utama dalam transplantasi, bagaimana kebijakan di Indonesia mengenai transplantasi dan betapa pentingnya nilai-nilai etika dalam mempertahankan suatu sistem nilai dan dalam penentuan kebijakan pemerintah।

B. Tujuan
1. Menjelaskan tentang Pengertian dan Tujuan Transplantasi Organ.
2. Menjelaskan Pengertian dan Tujuan Transplantasi Ginjal.
3. Menjelaskan Aspek hukum terhadap Transplantasi Ginjal.
4. Menjelaskan Aspek etika terhadap Transplantasi Ginjal.
5. Menjelaskan Aspek Agama terhadap Transplantasi Ginjal.
6. Menjelaskan Aspek Sosial-Budaya terhadap Transplantasi Ginjal
7 Mengetahui Komplikasi yang ditimbulkan dalam Transplantasi Ginjal.


C. Permasalahan
1. Apa Pengertian dan Tujuan Transplantasi Ginjal?
2. Apa Pengaertian dan Tujuan dari Transplantasi ginjal?
3. Bagaimana pengaruh Aspek Hukum terhadap Transplantasi ginjal?
4. Bagaimana pengaruh Aspek Etika terhadap Transplantasi ginjal?
5. Bagaimana pengaruh Aspek Agama terhadap Transplantasi ginjal?
6. Bagaimana pengaruh aspek sosial budaya pada transplantasi ginjal?
7. Apa komplikasi medis yang ditimbulkan pada transplantasi ginjal?

BAB II
KONSEP TEORI
A. Pengertian Transplantasi Organ
Transplantasi Organ adalah transplantasi atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tak befungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor. Donor organ dapat merupakan orang yang masih hidup ataupun telah meninggal.

B. Pengertian Transplantasi Ginjal
Transplantasi atau cangkok ginjal merupakan pengobatan paripurna bagi pasien gagal ginjal tahap akhir alias gagal ginjal terminal (GGT). Pada tahap ini, fungsi ginjal sudah sangat terganggu dan hanya tinggal 5-15 persen. Zat sisa yang tidak bermanfaat bagi tubuh tidak dapat dikeluarkan dan meracuni tubuh. Ginjal semakin mengecil dan padat. Tidak ada obat yang bisa mengembalikannya ke semula. Kerusakan yang terjadi sudah bersifat menetap dan irreversible, tidak mungkin diperbaiki dengan pengobatan konservatif berupa diet maupun obat-obatan. Untuk menggantikan fungsi ginjal yang rusak, pasien harus melakukan terapi pengganti ginjal (TPG) melalui transplantasi atau menjalani “cuci darah” (dialisis). Transplantasi dilakukan dengan memindahkan satu ginjal sehat dari donor melalui prosedur bedah selama 3-6 jam.
Transplantasi ginjal merupakan serangkaian tindakan yang diawali dengan mempersiapkan calon resipien (penerima) dan calon donor, diikuti tindakan bedah untuk memindahkan ginjal donor ke tubuh resipien. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian obat anti penolakan terhadap ginjal cangkok. Calon resipien adalah penderita gagal ginjal dengan fungsi yang turun di bawah 10%. Sedangkan calon donor adalah semua orang yang sehat dan ikhlas untuk memberikan satu ginjalnya kepada resipien.
Sebelum menjalani proses transplantasi, ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi oleh calon pasien. Syarat-syarat itu adalah :
a) Pasien tidak mengidap penyakit jantung koroner, stroke, atau kelainan pembuluh darah
b) Pasien tidak mengidap penyakit ganas, seperti kanker
c) Pasien tidak menderita penyakit lever aktif, serta penyakit infeksi hepatitis B,C, HIV/ AIDS, dan tuberkulosis paru. Seandainya, pasien menderita penyakit-penyakit seperti di atas, maka ia perlu mendapat perawatan terlebih dahulu.
Tidak hanya terhadap calon pasien, persyaratan juga diberlakukan terhadap calon donor. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh donor adalah :
a) Umur 21-65 tahun
b) Tidak mengidap hipertensi, penyakit diabetes, kanker, penyakit jantung, atau penyakit autoimun.
c) Tidak menderita hepatitis B,C, ataupun HIV.
d) Fungsi ginjal donor normal.
e) Keserasian golongan darah dengan calon resipien. Hal ini sangat penting untuk kesuksesan transplantasi.

C. Aspek-aspek yang Terkait dengan Transplantasi Ginjal
1. Aspek Hukum
Secara medis ada persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan donor organ tersebut. Diantaranya adalah memiliki DNA, golongan darah, jenis antigen yang cocok anatara Donor dan resipien, tidak terjadi reaksi penolakan secara antigen dan antibodi oleh resipien, harus dipastikan apakah sirkulasi, perfusi dan metabolisme organ masih berjalan dengan baik dan belum mengalami kematian (nekrosis). Hal ini akan berkaitan dengan informed consent. Perlu adanya saksi yang disahkan secara hukum bahwa organ seseorang atau keluarganya didonorkan pada keluarga lain agar dikemudian hari tidak ada masalah hukum. Biasanya ada sertifikat yang menyertai bahwa organ tersebut sah dan legal pada. Kenyataannya perangkat hukum dan undang-undang mengenai donor organ di Indonesia belum selengkap diluar negeri sehingga operasi donor organ untuk klien Indonesia lebih banyak dilakukan di Singapura, China atau Hongkong.
Dalam aturan hukum yang berlaku di Indonesia, mengenai transplantasi dan donor organ ini telah mendapat pengaturannya melalui UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, serta PP Nomor 18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia.
Pasal 1 ayat 5 UU Kesehatan memberikan pengertian “Transplantasi” adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Pasal 1 huruf f PP Nomor 18 Tahun 1981 menjelaskan “Donor” adalah orang yang menyumbangkan alat dan atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan .
Lebih lanjut mengenai transplantasi dijelaskan dalam Pasal 33 – 34 UU ini. Pasal 33 ayat (1) menyebutkan bahwa dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, transfusi darah, implan obat dan atau alat kesehatan, serta bedah plastik dan rekonstruksi. Larangan transplantasi untuk tujuan komersial dijelaskan dalam Pasal 33 ayat (2) yang menyebutkan bahwa Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.
Tenaga medis atau dokter yang akan melakukan transplantasi dari tubuh donor ke penerima pun haruslah dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan hal itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu. Selain itu juga harus memperhatikan kesehatan dari pendonor, serta mendapat persetujuan dari ahli waris ataupun keluarganya Ketentuan tersebut ditegaskan dalam Pasal 34 ayat 1 dan 2 undang – undang ini.
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 33 ayat (2) ini yaitu bagi siapa pun yang melakukan perbuatan dengan tujuan komersial dalam transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh dan atau transfusi darah yang dimaksud dalam pasal ini, ditegaskan dalam Pasal 80 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).
Sedangkan bagi siapa pun yang tanpa keahlian dan kewenangan baik itu tenaga medis dan atau dokter, yang dengan sengaja melakukan transplantasi organ atau jaringan tubuh seperti yang dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1), menurut ketentuan dalam Pasal 81 (1)a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 140.000.000 (seratus empat puluh juta rupiah). Pada Pasal 81 ayat (2)a menyebutkan bahwa barang siapa dengan sengaja mengambil organ dari seorang donor tanpa memperhatikan kesehatan donor dan atau tanpa persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah)..
Oleh karena itu, hukum di Indonesia sudah memberikan aturan hukumnya untuk tindakan transplantasi organ ini. Janganlah mengambil jalan pintas untuk mengatasi masalah ekonomi dengan mendonorkan organ penting dalam tubuhnya, hanya untuk mendapat imbalan dari keluarga penderita. Coba pikirkan lagi bagaimana dampak yang akan muncul dikemudian hari bagi dirinya.

2. Aspek Etika
Transplantasi ginjal merupakan jalan pintas yang dilakukan seseorang yang mempunyai penyakit gagal ginjal, dan kebanyakan adalah mereka yang mempunyai tingkat ekonomi tinggi. Pendapat dan pandangan masyarakat mengenai perdagangan organ manusia ditinjau dari aspek etika, yaitu:
1. Perdagangan organ manusia sangat amoral dan tidak etis. Hanya kaum kapitalis yang berpikiran bahwa organ manusia bisa diperjual belikan
2. Orang- orang yang mengatasnamakan agama, moral, dan etis tidak menyadari bahwa larangan itu justru menyebabkan suplai organ menjadi terbatas. Mereka justru menjadi penyebab utama kematian pasien yang menunggu ginjal yang tak kunjung datang
Perdagangan organ manusia memang terkesan negatif. Dan memang, melegalkannya belum tentu menyelesaikan masalah. Perdagangan yang legal mungkin dapat menyebabkan human trafficking (perdagangan ilegal manusia) dengan tujuan perbudakan atau pun untuk dibunuh kemudian di ambil organnya menjadi meningkat, sehingga hal itu merupakan tindakan amoral.

3. Aspek Agama
1. Menurut Agama Islam
Dalam pandangan etik normatik (yang bersumber dari agama), transplantasi organ tubuh termasuk masalah ijtihad, karena tidak terdapat hukumnya secara eksplisit dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Masalah ini termasuk masalah kompleks yang harus ditangani oleh multidisipliner (kedokteran, biologi, hukum, etika, agama). Pandangan keperawatan Islam terhadap Transplantasi Ginjal ada Beberapa tipe yaitu:
a. Tipe 1 dimana donor dalam keadaan hidup sehat seperti mata, ginjal, jantung, kornea mata, sangat dilarang hal ini sesuai dengan firman Allah surat Al-baqarah ayat 195 “ dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. “ menghindari kerusakan harus didahulukan daripada mengambil kemanfaatan”. Artinya menolong orang dengan cara mengorbankan dirinya sendiri yang berakibat fatal bagi dirinya tidak diperbolehkan.
b. Tipe 2 apabila pencangkokan pada mata, ginjal, jantung, dari donor dalam keadaan koma atau hampir meninggal, hal ini juga dilarang karena ia telah membuat mudarat kepada donor yang menyebebabkan mempercepat kematiannya. Hal ini sesuai dengan Hadist Riwayat Malik : “Tidak boleh ,membuat mudarat pada dirinya dan tidak boleh membikin mudarat pada orang lain”.
c. Tipe 3 apabila pencangkokan mata, ginjal atau jantung dari donor yang telah meninggal, secara yuridis dan klinis, maka Islam membolehkan dengan syarat :
1. Resipien (penerima organ) berada dalam keadaan darurat yang mengancam dirinya.
setelah menempuh berbagai upaya pengobatan yang lama
2. Pencangkokan tidak akan menimbulkan akibat atau komplikasi yang lebih gawat.
3. Telah disetujui oleh wali atau keluarga korban dengan niat untuk menolong bukan untuk memperjual-belikan.
2. Menurut Agama Katolik
Pada dasarnya, apabila organ-organ tubuh dari seorang yang telah meninggal dunia, seperti ginjal, hati, kornea mata, dapat menolong menyelamatkan atau memperbaiki hidup seorang lainnya yang masih hidup, maka transplantasi yang demikian adalah baik secara moral dan bahkan patut dipuji. Patut dicatat bahwa donor wajib memberikan persetujuannya dengan bebas dan penuh kesadaran sebelum wafatnya, atau keluarga terdekat wajib melakukannya pada saat kematiannya: “Transplantasi organ tubuh tidak dapat diterima secara moral, kalau pemberi atau yang bertanggung jawab untuk dia tidak memberikan persetujuan dengan penuh kesadaran” (No. 2296).
Satu peringatan perlu disampaikan di sini: Keberhasilan suatu transplantasi organ tubuh sangat bergantung pada kesegaran organ, artinya bahwa prosedur transplantasi harus dilakukan sesegera mungkin begitu donor meninggal dunia. Namun demikian, donor tidak boleh dinyatakan meninggal dunia secara dini atau kematiannya dipercepat hanya agar organ tubuhnya dapat segera dipergunakan. Kriteria moral menuntut bahwa donor sudah harus meninggal dunia sebelum organ-organ tubuhnya dipergunakan untuk transplantasi. Demi menghindari konflik antar kepentingan. Uniform Anatomical Gift Act memprasyaratkan, “Saat kematian hendaknya ditetapkan oleh dokter yang mendampingi donor pada saat kematiannya, atau, jika tidak ada, dokter yang menyatakan kematiannya. Dokter tersebut tidak diperkenankan untuk ikut ambil bagian dalam prosedur pengambilan atau transplantasi organ tubuh” (Section 7 (b)).
Para teolog berargumentasi bahwa seorang tidak dapat dibenarkan mengangkat suatu organ tubuh yang sehat dan mendatangkan resiko masalah kesehatan di masa mendatang apabila hidupnya sendiri tidak berada dalam bahaya, misalnya pada kasus seorang mengorbankan sebuah ginjal yang sehat untuk didonorkan kepada seorang yang membutuhkan. Operasi yang demikian, menurut mereka termasuk amoral. Mereka mengajukan argumentasi bahwa meski transplantasi organ tubuh dari donor hidup tidak melindungi keutuhan anatomis atau fisik (yakni adanya kehilangan suatu organ tubuh yang sehat), namun sungguh memenuhi totalitas fungsional (yakni terpeliharanya fungsi dan sistem tubuh sebagai suatu kesatuan). Sebagai contoh, seorang dapat mengorbankan satu ginjalnya yang sehat (adanya kehilangan dalam keutuhan anatomis) dan masih dapat memelihara kesehatan dan fungsi tubuh yang layak dengan ginjal yang tersisa; donor yang demikian secara moral diperkenankan. Tetapi, dengan alasan yang sama, seorang tidak dapat mengorbankan satu matanya untuk diberikan kepada seorang buta, sebab tindakan yang demikian menganggu fungsi tubuhnya.
Tranplantasi organ tubuh dari seorang donor hidup kepada seorang yang lain wajib memenuhi empat persyaratan:
1. Resiko yang dihadapi donor dalam transplantasi macam itu harus proporsional dengan manfaat yang didatangkan atas diri penerima.
2. Pengangkatan organ tubuh tidak boleh mengganggu secara serius kesehatan donor atau fungsi tubuhnya.
3. Perkiraan penerimaan adalah baik bagi si penerima, dan (4) donor wajib membuat keputusan dengan penuh kesadaran dan bebas dengan mengetahui resiko yang mungkin terjadi.
Akhirnya, apakah seorang dapat menjual salah satu organ tubuhnya sendiri untuk transplantasi merupakan masalah lain lagi. Jawaban yang pasti adalah “Tidak”. Penjualan organ tubuh melanggar martabat manusia, menghapuskan kriteria belas kasih sejati dalam melakukan derma yang demikian, dan mendorong munculnya suatu sistem pasar yang bermanfaat hanya bagi mereka yang dapat membayar, lagi melanggar belas kasih yang otentik. Paus Yohanes Paulus II telah berulangkali mengarisbawahi ajaran ini, “Suatu transplantasi, bahkan sekedar transfusi darah, tidaklah seperti operasi-operasi lainnya.
Oleh karena itu, mendonorkan organ tubuh secara moral diperkenankan dengan persyaratan-persyaratan tertentu. The Ethical and Religious Directives for Catholic Health Care Services memberikan pedoman berikut: “Transplantasi organ tubuh dari para donor hidup secara moral diperkenankan apabila derma yang demikian tidak mengorbankan atau secara serius merusakkan fungsi penting tubuh dan manfaat bagi si penerima proporsional dengan resiko yang ditanggung donor. Di samping itu, kebebasan donor wajib dihormati, dan donor hendaknya tidak mendapatkan keuntungan finansial” (No. 30).
Pada umumnya, dalam kasus mendonorkan organ tubuh sesudah kematian, anugerah yang Tuhan berikan kepada kita untuk kita pergunakan dalam hidup ini, mata, jantung, hati, dan sebagainya, dapat diwariskan kepada seorang lain yang membutuhkan. Dalam kasus mendonorkan organ tubuh sementara masih hidup, seperti memberikan sebuah ginjal yang sehat kepada seorang kerabat yang membutuhkan, donor patut mempertimbangkan segala implikasinya; dalam belas kasih, seorang calon donor dapat memutuskan bahwa ia tidak dapat mendonorkan organ tubuhnya, misalnya sebab ia adalah orangtua dan tak hendak menambah resiko tidak dapat memelihara anak-anaknya sendiri yang masih tergantung padanya. Mendonorkan organ tubuh bukanlah suatu keharusan, namun dianjurkan sebagai tindakan belas kasih.

4. Aspek Sosial Budaya
Sejak tahun 1977-2000 pasien yang melakukan pencangkokan ginjal di Indonesia baru sekitar 400 orang. Hal ini disebabkan karena tidak ada orang yang mau bertindak sebagai donor. "Sudah sekitar 20 tahun lebih di Indonesia baru ada sekitar 400 orang yang menjalani pencangkokan ginjal. Kendalanya karena tidak ada orang yang mau mendonorkan ginjalnya kepada orang lain," Cangkok ginjal yang dilakukan di Indonesia umumnya merupakan cangkok hidup, artinya yang bertindak sebagai donor adalah orang yang masih hidup dan umumnya masih ada hubungan darah dengan si pasien. Di Indonesia, belum dilakukan cangkok ginjal dari jenazah seperti yang dilakukan di Cina. Maka tidak heran bila banyak orang Indonesia yang melakukan pencangkokan ginjal di Cina. Padahal biaya operasi pencangkokan ginjal di Indonesia sebesar Rp100 juta, sedangkan di luar negeri bisa mencapai 3.000 dolar AS.
Orang Indonesia yang berobat ke Cina tidak mengetahui siapa yang bertindak sebagai donornya. Mereka berangkat ke negeri tirai bambu itu dan pulang ke Indonesia sudah dengan ginjal baru. Umumnya mereka yang menjadi donor ginjal di sana adalah orang yang sudah meninggal dunia dan izin pencangkokan tersebut telah diperoleh sebelum pasien itu meninggal dunia. Selain sulit diperoleh donor, kata dia, masalah pencangkokan ginjal juga tidak didukung oleh budaya di Indonesia. "Masih banyak masyarakat yang tidak mau saudaranya atau dirinya menghadap Yang Maha Kuasa tanpa organ yang utuh. Dia juga menambahkan, penyakit ginjal sulit diditeksi sejak awal sebab orang tidak pernah merasa ginjalnya sakit.

D. Komplikasi yang ditimbulkan pada Transplantasi Ginjal
Perbuatan mendonorkan organ tubuh masih menjadi sesuatu yang tabu bagi masyarakat Indonesia. Bagian tubuh seseorang merupakan hal yang sakral jika harus diberikan ke orang lain, perpindahan kepemilikan ini yang akhirnya dipermasalahkan. Apalagi operasi transplantasi organ masih jarang dilakukan di Indonesia. Jadi kebanyakan tindakan operasi transplantasi orang Indonesia banyak dilakukan di luar negeri terutama Singapura dan China.
Organ yang ditransplantasikan misalnya hati, ginjal, kornea, organ lain sangat jarang prevalensinya. Transpalntasi organ kornea diambil dari orang yang baru saja meninggal sehingga biasanya kalau mau mentransplantasikan kornea, kita harus mendaftar ke organisasi terkait. Transplantasi organ hati dan ginjal dapat dilakukan orang yang masih hidup atau baru saja meninggal.
Menurut ilmu faal pada kasus ginjal, dimana ginjal manusia hanya ada 2 buah, maka beresiko untuk timbul komplikasi pada diri pendonor. Tubuh manusia mengeluarkan racun hasil metabolisme tiap harinya oleh ginjal yang akan menyaring darah. Dengan dua buah ginjal maka racun-racun tersebut dapat keluar tubuh. Jika ginjal tersisa satu maka ginjal yang tersisa kerjanya akan lebih berat dalam menyaring darah. Akibatnya lama-kelamaan ginjal ini akan mengalami hipertropi dan dapat menjadi gagal ginjal kronis.
Jadi, sebaiknya tidak melakukan donor ginjal ketika masih hidup karena berisiko tinggi merusak ginjal yang tersisa yang akhirnya justru akan mengharuskan untuk cuci darah yang biayanya sangat besar.

BAB III
CONTOH KASUS

Perdagangan Organ Manusia Semakin Merajalela oleh Ribka Juwitaria
Penjualan organ amat marak di negara-negara berkembang karena himpitan ekonomi. Jurang sosial antara kaya-miskin jelas tercermin dalam teknologi pencangkokan organ. Teknologi ini jelas tidak berpihak kepada orang miskin
Penjualan organ amat marak di negara-negara berkembang karena himpitan ekonomi. Jurang sosial antara kaya-miskin jelas tercermin dalam teknologi pencangkokan organ. Teknologi ini jelas tidak berpihak kepada orang miskin, bahkan secara tidak langsung justru amat merugikan banyak orang miskin karena membuka pasar yang luas bagi orang miskin untuk menjual organnya. Kecuali jika alternatif sumber organ ditemukan (misalnya melalui teknologi peminakan sel atau sel tunas, yang masih perlu waktu cukup lama untuk bisa menjadi alternatif yang berarti), sampai kapan pun teknologi ini akan tetap memiliki sifat itu
Namun bagaimanakah cara memperoleh organ tersebut? Hal ini yang harus diperhatikan. Contoh seperti kasus Mohammad Salim, seorang buruh harian berusia 30 tahun yang menetap di kawasan India. Mohammad diajak oleh seorang lelaki yang tak ia kenal dan menawarkan pekerjaan di New Delhi. Ia dijanjikan bisa kerja di sana selama empat atau lima bulan dan akan diupah 150 rupee seharinya. Makan dan penginapan ditanggung mereka. Mohammad pun langsung setuju dan berangkat bersama lelaki itu. Namun mereka mengambil darah Mohammad dan sesudah itu memberikan suntikan. Langsung saja ia pingsan
Tengah malam, ketika Mohammad terbangun lagi, ia merasakan sakit yang luar biasa. Perutnya diperban dan mereka mengaku telah mengambil ginjal Mohammad. Lalu mengatakan akan merawat kemudian membebaskannya lagi. Tapi Mohammad dilarang untuk menceritakan hal ini kepada orang lain. Dari kasus ini kita bisa melihat adanya penipuan yang dilakukan satu pihak untuk mendapatkan organ tersebut. Namun Mohammad Salim hanyalah satu diantara ratusan korban skandal perdagangan ilegal organ tubuh
Selain itu di Indonesia juga terjadi hal yang sama. Contoh, seperti kasus penjualan organ tubuh para TKI yang meninggal di luar negeri tersebut hampir tidak pernah dipermasalahkan, baik oleh pemerintah Indonesia maupun keluarga korban. Keluarga korban pada umumnya dengan perasaan pasrah menerima mayat keluarganya yang "dipaketkan" melalui Bandara Selaparang Mataram, dengan menggunakan pesawat komersial. Keluaga korban tidak pernah tahu menahu kondisi mayat keluarganya yang dikirimkan melalui paket, dengan polosnya keluarga korban menerima kiriman paket itu dan segera menguburkannya Kita bisa lihat dari beberapa contoh kasus yang ada, bahwa pada dasarnya manipulasi organ memang tak diperkenankan, karena hal tersebut melanggar HAM. Meski demikian ada beberapa pertimbangan lain yang bisa mengalahkan larangan.
Dengan alasan ini pun, ada beberapa kualifikasi yang harus diperhatikan dalam pencangkokan organ.
• Pencangkokan organ boleh dilakukan jika tak ada alternatif lain untuk menyelamatkan nyawa seseorang.
• Ada persetujuan dari pemilik organ asli.
• Ada persetujuan dari donor.
Namun sayangnya beberapa alasan tersebut justru malah disalah gunakan. Dijadikan bisnis illegal yang tidak lagi memandang HAM. Aksi ini menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan organ manusia, ada yang dengan cara menipu si korban, mengambil paksa, dan sebagainya.
Cara penipuan yang biasanya dipakai oleh sipelaku. Dan ini tidak bisa dibiarkan karena sudah melanggar HAM dan merupakan tindak kejahatan. Bentuk trafficking ini tidak boleh dibiarkan terus menerus, pemerintah maupun keluarga korban perlu melakukan upaya-upaya hukum, sehingga kematian para TKI di luar negeri yang seringkali disebutkan sebagai korban kecelakaan lalulintas tidak sia-sia. Selain itu, pemerintah juga harus melakukan pengetatan hukum, seperti memberikan vonis yang sesuai dengan perbutannya, karena kasus skandal seperti Mohammad dan pengambilan paksa organ tubuh ini, bukan yang pertama. Tetapi masih banyak lagi korban di luar sana yang mengalami hal serupa. Maka dari itu perlu dihimbau kepada masyarakat agar melaporkan kepada pihak kepolisian apabila terjadi hal seperti ini. Karene kalau tidak, kasus perdagangan organ manusia ini akan semakin banyak memakan korban. Oleh sebab itu kita sebagai masyarakat juga perlu waspada
Posted by Kelompok 2 at 8:15:00 PM 2 comments

BAB IV
PEMBAHASAN

Umumnya, seseorang dapat hidup normal dengan hanya satu ginjal. Bila kedua ginjal tidak berfungsi normal, maka seseorang perlu mendapatkan suatu Terapi Pengganti Ginjal (TPG). TPG ini dapat dilakukan baik bersifat sementara waktu maupun terus-menerus. TPG terdiri atas tiga, yaitu: Hemodialisis (Cuci Darah), Peritoneal Dialisis (Cuci Rongga Perut) dan Cangkok Ginjal (transplantasi). Prinsip dasar dari Hemodialisis adalah dengan membersihkan darah dengan menggunakan Ginjal Buatan. Sedangkan Peritoneal dialisis menggunakan selaput rongga perut (peritoneum) sebagai saringan antara darah dan cairan Dianial.
Di tinjau dari beberapa aspek, transplantasi organ boleh dilakukan hanya untuk tujuan kemausiaan dan dilarang untuk tujuan komersial. Transplantasi dari tubuh donor ke penerima harus dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan hal itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu , juga harus memperhatikan kesehatan dari pendonor, serta mendapat persetujuan dari ahli waris ataupun keluarganya.
Untuk donor, paling baik berupa donor hidup yang berasal dari keluarga seperti orang tua, saudara kandung, paman, bibi, saudara sepupu, atau lainnya. Di samping donor hidup, ginjal juga bisa berasal dari donor jenazah. Sebelum memutuskan untuk melakukan transplantasi ginjal, seorang penderita gagal ginjal biasanya mendapat pertolongan berupa cuci darah.
Dalam kasus diatas berbicara mengenai keadilan distributif, isu utamanya adalah mengupayakan agar semua orang mendapatkan hak yang sama atas sumberdaya yang terbatas, atau bagaimana membagi sumberdaya terbatas itu secara adil ( fair ). Dalam contoh di atas, isu ini pertama kali muncul dalam pengertiannya yang sempit sebagai isu mengenai bagaimana membagikan organ yang terbatas pada penderita yang membutuhkannya yang jumlahnya lebih banyak.
Namun dalam konteks yang lebih luas, konteks sumberdaya medis secara lebih luas, ada isu lain. Hingga kini pencangkokan organ adalah prosedur yang amat mahal, yang hanya bisa diperoleh orang yang cukup kaya. Bagi sebagian besar orang, pencangkokan organ bukanlah pilihan sama sekali—artinya, jika tak ada alternatif lain selain pencangkokan, ia akan merosot kesehatannya atau bahkan mati. Di sini penting diperhatikan bahwa warga Amerika Serikat termasuk yang paling banyak menerima organ—jauh lebih banyak dari yang mereka sumbangkan—sehingga seakan-akan prosedur cankok organ sudah seperti prosedur yang biasa, meskipun sesungguhnya tidak.
Sementara itu, penjualan organ amat marak di negara-negara berkembang karena himpitan ekonomi. Jurang sosial antara kaya-miskin jelas tercermin dalam teknologi pencangkokan organ. Teknologi ini jelas tidak berpihak kepada orang miskin, bahkan secara tidak langsung justru amat merugikan banyak orang miskin karena membuka pasar yang luas bagi orang miskin untuk menjual organnya. Kecuali jika alternatif sumber organ ditemukan (misalnya memalui teknologi peminakan sel atau sel tunas, yang masih perlu waktu cukup lama untuk bisa menjadi alternatif yang berarti), sampai kapan pun teknologi ini akan tetap memiliki sifat itu.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Transplantasi ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara "memanfaatkan" sebuah ginjal sehat (yang diperoleh melalui proses pendonoran) melalui prosedur yang sesuai. Untuk orang-orang yang ginjalnya sudah tidak berfungsi, pencangkokan ginjal merupakan alternatif pengobatan selain dialisis dan telah berhasil dilakukan pada semua golongan umur. Orang-orang yang telah berhasil menjalani pencangkokkan ginjal biasanya bisa hidup secara normal dan aktif. Transplantasi ginjal dipandang dari beberapa aspek pada dasarnya diperbolehkan asalkan memenuhi persyaratan bagi pendonor maupun resipien. Transplantasi tidak boleh dilakukan oleh orang sehat yang hanya untuk mementingkan kebutuhan materi saja. Hal ini jarang dilakukan di Indonesia karena masyarakat masih banyak yang tidak mau saudaranya atau dirinya menghadap Yang Maha Kuasa tanpa organ yang utuh sehingga sebagian besar masih melakukan pengobatan secara Dialisis (cuci darah).
B. Saran
1. Transplantasi ginjal sebaiknya dilakukan dengan adanya persetujuan dari pasien maupun dari keluarga.
2. Dalam melakukan transplantasi ginjal tim medis harus memperhatikan syarat- syarat untuk pendonor dan penerima.
3. Sebaiknya sebagai orang sehat tetap menjaga fungsi tubuhnya dengan baik.
4. Sebaiknya seseorang dilarang mendonorkan ginjalnya hanya untuk kebu tuhan material saja.
DAFTAR PUSTAKA
http://binchoutan.wordpress.com/2008/10/22/donor-organ-dan-aturan-hukumnya/
http://www.hupelita.com/baca.php?id=81
sumber : “Straight Answers: Organ Transplants and Cloning” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2000 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com

Bagaimana pendapat Anda tentang isi dari blog diatas?


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Real Estate. Powered by Blogger